Hijrah
Fajar menyingsing, cahayanya mulai semburat membelah gelap gulita langit malam. Semangat dan gairah besar untuk menyergap dan membunuh Nabi tampak di kalangan kaum musyrik. Mereka begitu yakin akan segera berhasil. Dengan pedang terhunus mereka memasuki kamar Nabi, yang menimbulkan suara gaduh.
Serentak Ali mengangkat kepalanya dari bantal dan menyingkirkan selimutnya lalu berkata dengan sangat tenang, “Apa yang terjadi ?” Mereka menjawab, “Kami mencari Muhammad. Di mana dia?” Ali berkata, “Apakah anda menitipkannya kepada saya sehingga saya harus menyerahkannya kembali kepada Anda?” Bagaimanapun, sekarang ia tak ada di rumah. Muhammad telah pergi jauh di luar pengetahuan mereka.
Dalam pengungsian, Nabi Muhammad tiba di Quba tanggal 12 Rabiul Awwal, dan tinggal di rumah Ummu Kultsum ibn al-Hadam. Sejumlah kaum Muhajirin dan Ansor sedang menunggu kedatangan Nabi. Beliau tinggal di situ sampai akhir pekan. Sebagian orang mendesak agar beliau segera berangkat ke Madinah, tetapi beliau menunggu kedatangan Ali.
Orang Quraisy mengetahui hijrahnya Ali dan rombongannya diantaranya ialah Fatimah, puteri Nabi, Fatimah binti Asad dan Fatimah binti Hamzah bin Abdul Mutholib karena itu, mereka memburunya dan berhadap-hadapan dengan dia di daerah Zajnan. Perselisihan pun terjadi dan Ali berkata “Barangsiapa menghendaki tubuhnya terpotong-potong dan darahnya tumpah, majulah!” Tanda marah nampak di wajahnya. Orang-orang Quraisy yang merasa bahwa masalah telah menjadi serius, mengambil sikap damai dan berbalik pulang. Ketika Ali tiba di Quba, kakinya berdarah, dikarenakan menempuh perjalanan Makkah-Madinah dengan berjalan kaki. Nabi dikabari bahwa Ali telah tiba tapi tak mampu menghadap beliau. Segera nabi ke tempat Ali lalu merangkulnya. Ketika melihat kaki Ali membengkak, air mata Nabi menetes haru.
Penduduk Yastrib yang kemudian berganti menjadi nama Madinah – menyambut kedatangan Nabi. Mereka mengucapkan berbagai macam syair untuk menyambut manusia mulia ini. Disinilah manifestasi sebuah kekhalifan Islam pertama kali didirikan.
Nabi Muhammad kemudian menyusun kekuatannya di Madinah bersama keluarga dan sahabat setianya yang rela meninggalkan tanah air dan hartanya semata-mata untuk Allah SWT. Umat Islam yang masih belia ini menyusun kekuatan untuk menghadapi kekuatan kaum Quraisy yang setiap saat siap untuk menghancurkan Islam yang dibangun ini, perang demi perang mulai dari Badar, Uhud, Khandaq, yang disetiap perang tampillah Al-Washi Muhammad yang selalu menjadi pemberi moral kepada pasukan untuk menghancurkan kafir Quraisy dengan Iman yang membara.
Pada perang Badar al-washi (Ali) dan Hamzah tampil menghadapi pemberani kafir Quraisy, dalam sepucuk suratnya kepada Muawiyah, Ali mengingatkannya dalam kata-kata “Pedang saya yang saya gunakan untuk membereskan kakek anda dari pihak ibu (Utbah, ayah dari Hindun Ibu Muawiyah), paman anda dari pihak Ibu (Walid bin Uthbah) dan saudara Anda (Hanzalah) masih ada pada saya”.
Pada perang Uhud Nabi dan lagi-lagi Hamzah dan Ali tidak pernah absen. Saat itu Ali adalah pembawa panji dalam setiap peperangan. Nabi mengungkapkan “Nilai pukulan Ali pada perang Khandaq (parit) disebut juga dengan Ahzab kepada Amar bin Abdiwad itu. Nilai pengorbanan itu melebihi segala perbuatan baik para pengikutku, karena sebagai akibat kekalahan jagoan kafir terbesar itu kaum Muslim menjadi terhormat dan kaum kafir menjadi aib dan terhina”.
Sumber: http://muhammad.atmonadi.com
Sumber: http://muhammad.atmonadi.com
0 komentar:
Posting Komentar