Bab V


Benteng Khaibar

Gambar ilustrasi benteng Khaibar (sumber: http://frisformasi.wordpress.com/)
Peperangan Khaibar terjadi pada tahun 629 antara Nabi Muhammad dan pengikutnya dengan orang-orang Yahudi yang tinggal di oasis Khaibar, sejauh 150 kilometer dari Madinah di bagian timur laut semenanjung Arab. Pertempuran ini berakhir dengan kemenangan orang Islam.
Perang Khaibar terjadi tidak lama selepas Perjanjian Hudaibiyah. Rasulullah memimpin sendiri ekspedisi ketenteraan menuju Khaibar, daerah sejauh tiga hari perjalanan dari Madinah. Khaibar adalah daerah subur yang menjadi benteng utama Yahudi di jazirah Arab, terutamanya setelah Yahudi di Madinah ditaklukkan oleh Rasulullah.
Pada perang Khaibar (sekitar 629 Masehi) ketika semangat kaum muslim mengendur dan merasa tidak mampu untuk menghancurkan benteng Khaibar, orang-orang menunggu dengan gelisah dan ketakutan, karena sebelumnya Abu Bakar dan Umar tidak ada yang mampu menghancurkan benteng, bahkan Umar memuji keberanian pemimpin benteng, Marhab,yang luar biasa.
Kebisuan orang-orang sedang menunggu dengan gelisah dipecahkan oleh kata-kata Nabi, “Dimanakah Ali?” Dikabarkan kepada beliau bahwa Ali menderita sakit mata dan sedang beristirahat di suatu pojok. Nabi bersabda, “Panggil dia”. Ali diangkut dengan unta dan diturunkan di depan kemah Nabi. Pernyataan ini menunjukkan sakit matanya demikian serius sampai tak mampu berjalan.
Nabi menggosokkan tangannya ke mata Ali seraya mendoakannya. Mata Ali langsung sembuh dan tak pernah sakit lagi sepanjang hidupnya. Nabi memerintahkan Ali maju, menurut riwayat pintu benteng Khaibar itu terbuat dari batu, panjangnya 60 inci, dan lebarnya 30 inci.
Masih banyak lagi peristiwa-peristiwa lain selain peperangan untuk melawan kebejatan kaum kafir Quraisy, banyak juga peristiwa yang menggembirakan, misalnya peristiwa pernikahan al-Washi dan Fatimah, putri Nabi, perubahan kiblat dari Bait al-Maqdis ke Kabah di Makah. Selain serangan dari luar Kota Madinah, kaum Yahudi yang berada di dalam kota selalu mencoba melakukan rongrongan terhadap pemerintahan Islam yang masih muda ini, namun Allah menentukan drama yang berbeda, walaupun mereka mencoba memadamkan nur cahaya-Nya, namun Allah justru terus menerangi Nur Cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu benci.

0 komentar:

Posting Komentar