Bab VIII


Sejarah Nabi Dan Al Qur’an

Sumber utama sejarah Nabi Muhammad SAW sebenarnya adalah kitab Suci Al Qur’an sendiri yang diturunkan selama kurang lebih 23 tahun dalam kurun waktu 610 – 632 Masehi. Selama kurun waktu tersebut, Muhammad mengaku menerima pesan-pesan Ilahi sedikit demi sedikit yang kelak dikumpulkan menjadi teks Al Qur’an. Meskipun demikian, Al Qur’an bukan kitab sejarah Nabi dalam arti sebagai biografi. Tapi merupakan suatu jalinan wahyu yang berat, diturunkan sedikit demi sedikit, ayat demi ayat, baris demi baris, dan surah demi surah.
Umumnya wahyu diturunkan di Medinah dan Mekkah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi tertentu. Terutama berhubungan dengan kondisi sosial kemasyarakatan yang terjadi secara lokal namun mempunyai nilai-nilai global sehingga apa yang disampaikannya sebagai Wahyu Ilahi mempunyai penerapan yang luas, menembus struktur ruang waktu, dan dapat diterapkan di segala zaman, di berbagai tempat dan berbagai keadaan yang berhubungan dengan kehidupan Umat Manusia.
Setiap peristiwa yang dihadapi Nabi dan umatnya, bukan sekedar suatu pertempuran untuk meraih kekuasaan semata ataupun perselisihan untuk menjadi pemenang. Ataupun berebut harta benda. Bagian-bagian peristiwa kenabian merupakan suatu fragmen kehidupan yang mempunyai skalabilitas untuk diterapkan dalam lingkup kecil maupun besar, baik dalam lingkup diri sendiri, keluarga, sampai masyarakat luas yang menjadi suatu negara. Karena itu, dalam setiap penggalan sejarah Nabi, beliau menjelaskan arti penting tentang peristiwa tersebut. Baik arti penting terhadap kepatuhan manusia atas perintah pemimpinnya maupun kepatuhan kepada Allah SWT.
Sebagai contoh, dalam peristiwa Perang Uhud misalnya, pesan Nabi supaya mereka yang menjaga bukit Uhud jangan tergoda dengan siatuasi apapun yang terjadi menunjukkan bagaimana suatu peristiwa dan keadaan yang telah dapat diperkirakan disampaikan sebelumnya oleh Nabi supaya dipatuhi. Namun, ketika akhirnya pesan Nabi tidak dipatuhi, para penjaga bukit Uhud yang mestinya bertahan ikut berhamburan untuk ikut serta dalam sorak sorai kemenangan, maka kemenangan Uhud berbalik menjadi kekalahan. Inilah kelemahan pokok Umat Islam dalam peristiwa Uhud sehingga akhirnya Umat Islam mengalami kekalahan. Peristiwa Uhud bagaikan simbol ajaran Nabi Muhammad SAW yang berlandaskan pada keyakinan tauhid dan persaudaraan umat manusia sebagai suatu Ummat. Tentu dengan peran diri dan potensinya masing-masing. Namun, ketika pokok utama diabaikan, peran penting diabaikan karena tergoda dengan harta benda berserakan yang ditinggalkan oleh kaum Quraisy yang kocar kacir, lupalah penjaga bukit Uhud tentang misinya. Akibatnya, barisan belakang Umat Islam pun kocar kacir dihantam pasukan berkuda Khalid bin Walid yang saat itu masih mengikuti kaum kafir Quraisy. Pesan-pesan dan makna peristiwa kenabian seperti ini yang sebenarnya banyak dijelaskan dalam sejarah Nabi maupun ditegaskan di dalam al-Qur’an bagi Umat Islam dimana pokok pangkalnya, ruhnya adalah ajaran Tauhid Nabi Ibrahim a.s.
Duapuluh tahun setelah Nabi Muhammad SAW wafat, ayat-ayat Al Qur’an yang bertebaran kemudian dikumpulkan. Pada tahun 620 M, kompilasi resmi al-Qur’an dibuat dan meraih status sebagai kanonik atau babon kitab suci. Kesadaran bahwa perlunya ayat-ayat Al Qur’an dikumpulkan muncul karena dalam beberapa kali peperangan setelah wafatnya Nabi banyak para penghafal al-Qur’an gugur di medanperang. Umar bin Khotob lah kemudian yang nampaknya menyadari pentingnya format kitab suci al-Qur’an yang baku. Sejak saat itu, para sahabatpun kemudian membentuk tim untuk mengumpulkan al-Qur’an dalam bentuk baku. Al Qur’an yang tidak mematuhi aturan baku ini kemudian dimusnahkan supaya tidak membingungkan umat. Saat ini mushaf Al Qur’an yang digunakan adalah mushaf yang disebut mushaf Utsmani dengan 114 surat dan 6236 ayat.

0 komentar:

Posting Komentar